
Zaman ini betul-betul gila. Kita sulit lakukan identifikasi berkaitan jati diri seorang, terkecuali setelah bertemu muka serta melakukan hidup bersamanya. Zaman ini membuat beberapa besar masyarakat gampang berbohong.
Dengan mudahnya mereka menghadirkan keshalihan, memperbarui statusnya dari satu beribadah menuju beribadah lain, sampai penampilan shalih hanya dengan modal peci, pakaian koko warna putih, atau kerudung panjang, gamis terjuntai, serta pencitraan yang lain di media sosial.
Padahal, semua itu palsu.
Coba lihat kehidupan Imam Ibrahim an-Nakha’i al-Kufi. Seseorang tabi’in yang meninggal dunia di umur 49 th. pada 96 Hijriyah. Beliau punya kebiasaan ganti bajunya pada malam hari dengan baju terbaik. Tidak lupa, beliau juga menaburinya dengan aroma termahal.
Lalu, beliau masuk kedalam mihrabnya untuk beribadah Sangat lama. Sampai pagi hari. Sesudah mentari pagi mulai nampak, beliau selekasnya ganti baju ibadahnya dengan baju lain, lantas berbaur dengan orang-orang selayaknya manusia biasa.
Ada juga Imam Manshur bin Mu’tamir as-Sulami al-Kufi yang wafat di th. 132 Hijriyah. Satu diantara muridnya menjelaskan, sang imam selalu
menjalankan beribadah puasa sunnah sepanjang empat puluh th.. Tiap-tiap malam senantiasa menangis waktu bermunajat serta mendirikan qiyamullail.
Tetapi, sedikit yang tahu. Sebab di pagi hari, beliau punya kebiasaan mengenakan celak pada ke-2 matanya, memoles bibirnya dengan minyak (supaya seperti sisa makanan), serta menggunakan minyak rambut.
Nyaris tiap-tiap malam, ibu sang imam bingung lihat tangis anaknya. Ia menangis hebat dalam tiap-tiap munajat pada Allah Ta’ala. Saat di tanya mengenai dosa apa yang dikerjakan, sang Imam menjawab, “Aku lebih tahu dosa apa yang sudah kuperbuat. ”
Akibat kerap menangis juga, penglihatan sang Imam jadi buram.
“Seandainya engkau lihat Manshur tengah membangun shalat, pastinya engkau menduga kalau dia telah mati. ” ungkap Imam Sufyan ats-Tsauri menyampaikan pengakuan.
Lihatlah begitu hebatnya amalan ke-2 imam ini. Lihatlah dengan hati yang paling jernih. Saksikan bagaimana beribadah mereka, yang harus serta sunnah. Lalu, banding dengan apa yang sudah kita lakukan sekarang ini. Banding juga, begitu dulu beberapa imam ini berusaha merahasiakan semua amalnya semasa hidup, walau sebenarnya amalnya begitu memesona. Semantara kita malah mengumbar amal, padahal kuantitasnya pas-pasan serta mutunya jauh dari arti kebaikan.
Astaghfirullahal ‘azhiim.
CAR,HOME DESIGN,FOREX,HOSTING,HEALTH,SEO