Berita dari dokter hari itu membikin badan lemas. Semua persendian seolah terkunci. Berita itu bak halilintar di siang bolong.

Sebagai
manusia, sungguh, saya tidak kuasa mendengar keputusan dokter kandungan
yang berbicara istri saya terpaksa wajib meperbuat operasi caesar dalam
proses persalinan, yang telah memasuki bulan kesembilan.
Dokter
mengarakan, istri saya wajib menjalani operasi caesar sebab pinggulnya
sempit. Bila dipaksakan untuk lahir dengan cara normal bakal berdampak
fatal, khususnya tahap bahu yang dapat saja mengalami peremukan.
Hati
suami mana yang tidak ikut remuk mendengar vonis semacam itu? Siapapun
suami, tentu ingin istrinya melahirkan dengan normal tanpa persoalan.
Terlebih,
kelahiran ini adalah anak pertama yang telah dinanti-nanti
kedatangannya. Lidah terasa kelu tidak lagi sanggup berucap. Raut wajah
yang mulanya cerah, berubah pucat terselimuti awan yang berduka.
Berusaha
menghibur hati, bersama istri, saya mencoba mencari dokter kandungan
lain. Tentu, besar andalan kami, dokter serta bidan lain sanggup
mematahkan rekomendasi dokter kandungan pertama tempat awal kita
mengecekkan istri.
Tetapi
apa mau dikata, setiap dokter serta bidan yang kita datangi untuk
konsultasi, semua angkat tangan. Seolah mereka saling bersepakat satu
sama lain; istri saya wajib melahirkan melewati operasi caesar. Titik!
Kecemasan kita berdua lengkaplah telah.
Ada
berbagai faktor yang melatarbelakangi kecemasan kami. Pertama,
mendengar kalimat operasi, terlintas dengan jelas keruetan proses
persalinan yang bakal dilewati oleh istri.
Ada
tidak sedikit perasaan berkecamuk. Kecewa, takut, cemas, semua
bercampur menjadi satu. Bagaimana kondisi istri serta janinnya pasca
operasi? Bakal baik-baikkah keduanya? Apakah efek samping operasi bagi
kesehatan istri pasca operasi? Hal-hal negatif inilah yang kerap
mengganggu pikiranku.
Kedua, soal biaya. Yang menjadi momok yang selanjutnya bila wajib mengambil langkah operasi ketika melahirkan adalah biaya.
Seusai
bertanya di sana-sini soal anggaran operasi caesar, angkanya telah
membikin mataku terbelalak serta dahi mengerit. Uang puluhan juta bukan
faktor kecil bagi saya yang seorang guru. Sangat besar.
Lagi
pula, dari mana sertaa sebesar itu dapat kudapatkan dalam sekejap?
Sedang kontrakan saja yang sekarang kita tempati berdua wajib menyicil
serta memotong gaji sebab tidak kuat bayar dengan cara kontan.
Mau meminjam di keluarga besar; ayah, ibu, saudara-saudara lain jelas tidak.
Telahlah. Lumayan bagi saya merepotkan mereka, sejak dari buaian, kuliah bahkan hingga menikah, semua telah memberatkan mereka.
Apalagi
kondisi ekonomi mereka juga buruk dari kita berdua. Saya urungkan niat
memperlawankan pada keluarga supaya tidak memberatkan mereka.
Syukur Alhamdulillaah, bekerja di lingkungan pesantren sangatlah mengangkat berkah.
Selain
kerap mendapat pencerahan mengenai hakekat nasib, rezeki serta
sebagainya, saya pun mempunyai para guru, senior-senior serta
kawan-kawan yang rutin menguatkan serta menghibur dengan nasehat-nasehat
menentramkan hati.
“Doalah
terhadap Allah Subhanahu Wata’ala supaya semuanya baik-baik saja. Kalau
Allah telah berkehendak, maka tidak bakal ada yang sanggup
mencegahnya,” demikian di antara nasehat yang kuterima dari mereka.
Nasehat
itu rupanya membesarkan hati saya. Di setiap sujud, saya rutin memohon
kepada-Nya supaya proses kelahiran istri lancar serta normal-normal
saja, tanpa wajib operasi.
Ketika
bersilaturrahim alias ketemu sahabat terdekat, tidak lupa saya
senantiasa meminta doa mereka untuk keselamatan serta kelancaran
kelahiran calon bayi yang ada di kandungan istri.
Terngiang
sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam supaya senatiasa umatnya
meminta doa dari saudara seimannya, dikarenakan tidak ada yang mengenal
dari doa siapakan yang bakal diijabah Allah.
Manusia
berusaha, Allah Subhalanu Wata’ala berkehenda. Segala puji bagi Allah
semata. Ketika tiba hari dimana istri wajib melahirkan, dengan izin
Allah, akhirnya istri dapat melahirkan dengan normal serta lancar tanpa
kendala sedikitpun.
Satu
faktor yang aku yakini menjadi kata kuncinya. Surat Al-Baqarah: 186,
yang artinya, “Berdoalah anda kepaadaku, niscaya bakal Aku kabulkan.”
Semoga
kisah spiritual yang saya alamiah ini, terus menguatkan kita bertiga.
Juga para pembaca untuk menyibukkan serta bersandar hanya terhadap Allah
Subhanahu Wata’ala segala urusan. Amiin.
CAR,HOME DESIGN,FOREX,HOSTING,HEALTH,SEO